![]() |
Foto by : google.com |
Nikah adalah suatu akad atau ikatan jika diartiakn secara bahasa, sedangkan ada juga makna kiasan dari kata nikah yaitu wathi (hubungan seksual) yang merupakan pendapat dari Abu Thayib, sedangkan menurut Abu Hanifah mengungkapkan bahwa makna asli dari kata nikah adalah al wathi’, sementara majasnya adalah al ‘aqd, dan menurut Abdurrahman Al-Jaziri dalam penyebutan nikah dalam pengertian majas disebut sebagai akad, karena akad adalah diperbolehkannya melakukan hubungan seksual secara sah menurut agama.
Adapun tentang makna pernikahan itu sendiri masing-masing ulama memberikan definisi berbeda-beda, sekalipun makna dan tujuan yang akan dicapai tetap sama. Para ulama mazhab Syafi’I berpendapat bahwa pernikahan yaitu suatu akad yang dilakukan deng lafal akad ataupun lafal zawaj dan dengan pengucapan lafal tersebut menjadikan halal untuk berhubungan seksual antara pria dan wanita yang bersangkutan. Sedangkan para ulama Mazhab Hanafi mengartikan pernikahan sebagai suatu akad untuk mendapatkan mut’ah dari sang wanita, artinya seorang pria berhak menikmati seluruh anggota badan wanita untuk mendaptkan kepuasan dan kesenangan. Untuk para ulama Mazhab Maliki mendefinisikan pernikahan sebagai akad yang dilakukan untuk mendapatkan kepuasan dari sang wanita, esensinya adalah untuk menghindari perbuatan zina. Dan untuk para ulama Mazhab Hanbali berpendapt bahwa pernikahan adalah akad yang menggunakan lafal akad atau lafal zawaj untuk mendapatkan kepuasan dari sang wanita ataupun sebaliknya.
Menurut Ilmu Fikih, pernikahan adalah suatu asas pokok yang paling utama dalam pergaulan sosial dalam masyarakat dan suatu langkah awal untuk tercapainya hubungan sosial yang sempurna, pernikahan bukanlah hanya suatu urusan untuk mengatur kehidupan rumah tangga, pasangan, serta anak-anak saja, tetapi pernikahan adalah suatu perkenalan antara suatu kaum dengan kaum lainnya yang diwakili dengan adanya keluarga. Pernikahan adalah ikatan lahir batin antara pria dan wanita yang sakral dan berdasarkan tuntutan agama, sehinggga perkawinan menciptakan kehidupan keluarga antara suami istri, anakanak dan orang tua agar bisa tercapai kehidpan yang rukun dan tenteram (sakinah), pergaulan yang saling mencintai (mawadah), dan saling menyantuni (rohmah).
Pernikahan ialah suatu proses institusiaonalisasi keluarga, proses tersebut tdak terlepas dari kehidupan sosial budaya masyarakat. Sebagai salah satu indikator terbentuknya masyarakat, pernikahan juga merupakan sebuah legitimasi tertentu untuk mengikat sebuah pasangan laki-laki dan perempuan untuk bisa melaksanakan hubungan seksual secara sah dimata hukum umum dan hukum agama yang berfungsi sebagai regenerasi masyarakat secara luas. Pernikahan tidak hanya membicarakan keluarga secara kecil saja, yang hanya terdiri dari pasangan orang tua dan anak, tetapi definisi keluarga disini juga harus bisa dipahami sebagai sistem sosial yang lebih luas lagi, agar sistem tersebut bisa lebih meluas lagi maka dimulai dari suatu keluarga kecil. Adalah konsekuensi keluarga sebagai sistem sosial yang ada, sehingga kolektifitas keluarga didalam masyarakat tidak bisa dipisahkan dari konstruksi sistem sosial budaya yang ada.
Tidak bisa dipungkiri, pernikahan yang ada pada zaman sekarang dan zaman dahulu sangat berbeda, mekanisme pernikahan mengalami pergeseran dan perubahan. Salah satu nilai dimensi yang bisa dilihat dengan jelas pergeseran dan perubahannya adalah semakin berkurangnya ketergantunagn seorang individu kepada keluarga inti dan keluarga besar. Pada zaman dahulu, pemilihan jodoh dilakukan dengan cara individu dipilihkan jodohnya oleh keluarga besar, bahkan tak jarang masyrakat luas juga ikut mempertimbangkan bagaimana kualitas individu dalam pemilihan jodoh.. adanya pertimbangan ”bibit, bebet, bobot” merupakan pertimbangan prinsip-prinsip yang harus dipilih ketika menentukan jodoh. Sehingga adanya kcenderungan keluarga untuk menentang pernikahan yang merendahkan harkat dan martabat dari keluarga tersebut.
Memilih calon jodoh berarti juga memilih calon pasangan hidup untuk menemani hingga akhir hayat, seseorang tersebut bisa dijadikan sebagai orang tua bagi anak-anak nanti. Pemilihan pasangan hidup biasanya dilandasi dengan pemilihan pasangan yang sesuai dengan kebutuhan hidup dan yang dapat melengkapi kekuranga yang ada. Teori proses perkembangan pemilihan jodoh menjelaskan bahwa proses pemilihan jodoh adalah cara penyaringan yang dialkukan oleh individu untuk menentukan pasangan pilihannya sampai akhirnya terpilihlah calon pasanagan individu tersebut.
![]() |
Foto by : google.com |
Dalam pemilihan calon pasangan ada bebrapa faktor yang penting untuk diperhatikan, faktor-faktor yang harus diperhatikan adalah:
1. 1. Kelas Sosial Ekonomi
Salah satu faktor kepuasan dalam menentukan calon pasangan adalah dengan melihat calon pasangan tersebut berada di kelas ekonomi yang cukup baik, bukan suatu hal yang bisa dipungkiri, jika sang individu memilih calon pasangan yang memiliki kelas ekonomi yang rendah, maka tidak menutup kemungkinan kepuasan pernikahan akan kurang baik jika individu memilih calon pasangan dari kelas ekonomi yang tinggi.
2. 2. Pendidikan
Secara umum individu lebih tertarik dengan calon pasangan yang memiliki kepintaran setara atau lebih darinya, sehingga pernikahan dengan latar belakang pendidikan yang sama lebih cocok dengan pernikahan yang memiliki latar belakang pendidikan yang berbeda. Hal ini dikarenakan dalam pernikahan akan banyak pertukaran pemikiran-pemikiran antara suami istri dalam rumah tangga, dan dengan cara mempunyai latar belakang pendidikan yang sama tersebut, pemikiran dari kedua belah pihak akan sangat bisa dihindari yang namanya ketimpanagan pemikiran.
3. 3. Agama
Agama menjadi faktor yang sangat penting dalam pemilihan calon pasangan, calon pasangan dengan agama yang baik bisa mendidik pasangannya dengan ilmu agama yang dimiliki, oleh karena itu memilih calon pasangan yang agamanya baik membuat individu tersebut bisa lebih giat lagi dalam menjalankan rumah tangga sebagai suatu ibadah, dan tak hanya memandang bahwa berumah tangga hanyalah sebuah kebutuhan pribadi serta sosial budaya saja. Tak hanya itu, memilih calon pasangan dengan agama yang baik juga bisa diharapkan mampu untuk mendidik anak-anak menkadi soleh ataupun solehah, dan dengan asumsi tersebut kemungkinan anak-anak akan tumbuh dengan moral dan keyakinan yang sesuai dengan standar masyarakat.
4. 4. Ras dan suku
Pemilihan ras dan suku juga sangat penting dalam menentukan calon pasangan yang akan dipilih nanti dalam berumah tangga. Hal ini dikarenakan ras dan suku yang berbeda memiliki adat atau kebiasaan yang berbeda, serta watak dan sifat dari satu suku dan suku yang lainnya juga memiliki perbedaan. Hal ini yang ditakutkan jika memilih calon pasangan yang memiliki suku dengan watak yang keras dan tidak sesuai dengan suku sang individu yang akan memilih. Tak hanya hal tersebut, permasalah perbedaan ras dan suku juga bisa berasal dari keluarga, teman ataupun masyarakat yang berada disekitar, secara umum, pernikahan dengan adanya perbedaan antar ras dan suku jika tidak didukung oleh masyarakat dan keluarga maka kecil kemungkinannya akan terjadi.
Terlepas dari faktor-faktor yang telah disebutkan diatas, sebenarnya ada kriteria yang sangat penting dalam pemilihan calon pasangan dalam berumah tangga, yaitu sekufu (kafa’ah dalam Bahasa arab). Kafa’ah berarti sama, sepadan, atau setara, kata ini juga terdapat pada Al-Qur’an dengan arti “sama” atau “setara”. Maksud kafa’ah dalam perkawainan adalah bahwa suami harus sekufu dengan istrinya dalam tingkatan sosial, moral, dan ekonomi. Adalah aspek kesamaan di antara suami istri daripada aspek keadaan hidup, sekufu antara suami istri adalah suatu aspek nilai sosial yang sangat bermanfaat untuk menyelamatkan pernikahan dari kehancuran, sekufu juga perlu bagi individu yang ingin memilih calon pasangan untuk pernikahan karena berguna untuk jaminan keselamatan dari kegagalan dan kepincangan dalam rumah tangga. Para ulama berbeda pendapat dalam menetapkan aspek apa saja yang harus ada dalam sekufu. Jumhur ulama berpendapat bahwa aspek agama, keturunan, merdeka dari budak, dan pekerjaan merupakan aspek yang harus dipenuhi agar bisa sekufu, sedangkan untuk mazhab hanbali dan Hanafi menambahkan satu aspek lagi, yaitu aspek harta, berbeda dengan pandangan dari mazhab Maliki yang mengungkapkan bahwa sekufu menyangkut aspek harta dan tidak adanya kecacatan dalam anggota badan.
Untuk menentukan calon pasangan dalam pernikahan bukan merupakan hal yang mudah, karena harus memiliki banyak pertimbangan tentunya, tak hanya itu, terkadang calon pasangan dipilihkan oleh pihak orang tua, hal ini yang menjadikan sang anak menjadi kurang bersemangat dalam membangun rumah tangga karena mendirikan suatu keluarga bersama orang yang tidak sesuai keinginannaya sendiri. Tak jarang pada era milenial juga sangat banyak hal yang harus dipertimbangkan dalam mencari jodoh, tentunya dengan melihat kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dalam aspek agama, pendidikan, harta, penampilan, serta sebagainya diharapkan bisa menyelamatkan pernikahan dari kehancuran, tak hanya aspek-aspek tersebut saja yang perlu diperhatikan, aspek yang terpenting dari yang telah disebutkan diatas adalah tentunya memilih calon pasangan yang soleh maupun solehah serta memiliki akhlak dan ilmu agama yang bagus, karena sekarang banyak kaum milenial yang berpaham materialistis, yang menguutamakan harta yang banyaklah yang akan dipilih menjadi calon pasangan dalam pernikahan nanti.
Hal ini harus bisa dihindari oleh kaum millennial agar bisa membangun rumah tangga yang sakinah, mawadah, wa rahmah, karena sejatinya pernikahan itu adalah bukan mencari pasanagan yang paling sempurna tetapi untuk mencari pasangan yang memiliki kekurangan dan ingin memperbaiki kekurangan tersebut bersama-sama agar mencapai kesempurnaan.