Official website of Himpunan Mahasiswa Program Studi Hukum Keluarga Islam UIN K.H. Abdurrahman Wahid

  • Jelajahi

    Copyright © HMPS HKI UIN GUSDUR
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Menu Bawah

    Kontravensi Kesetaraan Peran Suami Istri dalam Pandangan Hukum Keluarga Islam

    HMPSHKI UINGUSDUR Pekalongan
    Jumat, 25 Maret 2022, Maret 25, 2022 WIB Last Updated 2022-03-26T04:30:14Z
    masukkan script iklan disini
    masukkan script iklan disini
    Foto : Google.com



    Keluarga dalam Bahasa Indonesia terdiri dari ibu dan bapak beserta anak-anaknya atau seisi rumah. Dalam istilah Psikologi, elemen-elemen ini disebut keluarga batih. Keluarga merupakan unit organisasi terkecil dalam masyarakat yang mana di dalamnya terdapat sekumpulan orang yang tinggal bersama dalam satu atap rumah yang kemudian membentuk struktur sosial. Dalam bahasa Arab, keluarga dinyatakan dengan kata-kata usroh atau ahl. Seperti yang termuat dalam firman Allah SWT,. yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.”

    Hidup berkeluarga adalah kehidupan bersama dua orang lawan jenis yang bukan muhrimnya yang telah mengikatkan diri dengan tali perkawinan beserta anak keturunannya yang dihasilkan dari akibat perkawinan tersebut. Keluarga terbentuk dari ikatan perkawinan yang sah dengan akad atau ijab qabul nikah. Adapun pengertian perkawinan menurut UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

    Sedangkan menurut Pasal 2 Kompilasi Hukum Islam, perkawinan menurut Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitsaqan ghalizhan untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.

    Dalam keluarga tersebut juga setiap anggotanya memiliki peran masing-masing, antara lain peran sebagai suami, peran sebagai istri, dan peran sebagai anak. Secara umumnya, peran suami sebagai pemimpin rumah tangga dan wajib untuk menafkahi keluarganya baik lahir maupun batin. Peran istri sebagai pelaksana kehidupan rumah tangga seperti mengurus keperluan rumah tangga. Tugas anak adalah membantu orangtuanya mengurus rumah dan wajib untuk menghormati orangtuanya.

    Pada perkembangan zaman sekarang, muncul ide kesetaraan gender dalam rumah tangga. Dengan maksud menyettarakan peran antara suami dengan istri tanpa adanya saling menyakiti dan saling menuntut satu sama lain. Dalam masyarakat patrinial, sejak awal beban tugas memang paling dominan adalah peran laki-laki yang lebih berat dibandingkan perempuan. Pada dasarnya tugas dan kewajiban seorang perempuan adalah mengurus keperluan rumah tangga dan tugas seorang laki-laki adalah memenuhi dan mencukupi keperluan keluarga. Namun berbeda halnya dengan keluarga yang sudah mengenal ide kesetaraan gender, mereka lebih peka terhadap pembagian tugas dalam rumah tangga dan lebih demokratis tanpa membebankan pada salah satu pihak saja. Maka dari itu, peenulis ingin membahas tentang kontrovensi kesetaraan peran suami istri dalam pandangan hukum keluarga islam. 

    Kesetaraan Peran Suami Istri dalam Rumah Tangga

    Berbicara soal peran pasti berkaitan dengan kewajiban dan tanggungan masing-masing pihak yang bersangkutan. Selain itu, ada sangkut pautnya juga dengan hak antar pihak. Sebab jika dilihat dari pengertian kewajiban itu sendiri adalah apa yang mesti dilakukan seseorang terhadap orang lain. Antara suami dan istri memiliki hak dan kewajiban masing-masing di setiap perannya. Adanya hak dan kewajiban antara suami istri dalam kehidupan rumah tangga itu dapat dilihat dalam beberapa ayat Al-Qur’an dan beberapa hadis Nabi. Berikut surat al-Baqarah ayat 228, yang artinya: “Bagi Istri itu ada hak-hak berimbang dengan kewajiban-kewajibannya secara makruf dan bagi suami setingkat lebih dari istri.”

    Ayat ini menjelaskan bahwa istri mempunyai hak juga kewajiban begitu pula suami. Hak suami adalah kewajiban istri sedangkan hak istri adalah kewajiban suami juga. Meskipun demikian, suami memiliki kedudukan setingkat lebih tinggi dari istri seperti yang tercantum dalam ujung ayat ini. Dalam hadis Nabi juga mengemukakan hal demikian, dari Amru bin al-Ahwash, yang artinya “Ketahuilah bahwa kamu mempunyai hak yang harus dipikul oleh istrimu dan istrimu juga mempunyai hak yang harus kamu pikul”. 

    Kewajiban suami istri juga tercantum dalam Pasal 34 Ayat (1) sampai Ayat (3) UU Perkawinan:
    1. Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.
    2. Istri wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya.
    3. Jika suami atau istri melalaikan kewajibannya masing-masing dapat mengajukan gugatan kepada pengadilan.

    Berdasarkan UU Perkawinan, peran suami dalam rumah tangga ialah melindungi karena suami sebagai pemimpin rumah tangga. Sedangkan istri wajib mengatur rumah tangga. Sebenarnya dalam isi undang-undang tersebut sudah bermakna saling melengkapi satu sama lain dalam hidup berumah tangga. Namun masih saja terjadi kontrovensi antar pihak mengenai peran yang dibebankan masing-masing. 

    Dalam Pasal 49 Kompilasi Hukum Islam juga menyebutkan bahwa kedudukan antara suami dan istri adalah seimbang. Artinya, setiap pihak baik istri maupun suami mendapatkan hak yang sama dalam berperan di rumah tangga maupun kehidupan sosial. KHI sudah mengakomodir ketentuan syariat Islam dan sesuai jika diterapkan bagi muslim di Indonesia. Semua aturan yang terkandung dalam KHI juga telah dikaji secara matang berdasarkan prinsip-prinsip utama berdirinya sebuah agama. Prinsip-prinsip itu biasa disebut dengan maqasid asy-syariah, yakni menjaga harta, agama, jiwa, keturunan, dan akal. Seorang mujtahid juga harus pandai dalam menemukan tujuan hukum demi kemaslahatan tersebut.

    Karena peran gender dapat mempengaruhi semua perilaku manusia, khususnya di rumah tangga, pasangan Pria dan Perempuan dapat memenej keluarganya seperti memenej pemenuhan kebutuhan rumah tangga melalui pekerjaan, kesepakatan dalam memenej rumah tangga, menata pendidikan anak, bahkan dalam membentuk budaya pergaulan anak.

    Kesetaraan Gender bukan  berarti  memindahkan  semua  pekerjaan  laki-laki  ke tangan perempuan,  bukan  pula  mengambil  alih  tugas  dan  kewajiban seorang suami oleh istrinya. Jika hal ini yang terjadi, bukan ‘kesetaraan’ yang  tercipta  melainkan  penambahan  beban  dan  penderitaan  pada perempuan.

    Jenis laki-laki dan perempuan sama di hadapan Allah. Memang ada ayat yang menegaskan bahwa: “Para laki-laki (suami) adalah pemimpin para perempuan (istri).” (QS. al-Nisa/4:34), namun kepemimpinan ini tidak boleh mengantarnya kepada kesewenang-wenangan, karena dari satu sisi al-Quran memerintahkan untuk tolong menolong antara laki-laki dan perempuan dan di sisi lain al-Quran memerintahkan pula agar suami dan istri hendaknya mendiskusikan dan memusyawarahkan persoalan mereka bersama.

    Penulis : Ihza Maulina, 1118168 (Mahasiswa Jurusan HKI)




    Komentar

    Tampilkan

    Terkini

    HMPSHKI Universitas K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan

    HMPSHKI UINGSUDR

    +