Pernikahan merupakan salah satu sunah dan syariat Nabi Muhammad SAW. Nikah sangat dianjurkan bagi mereka yang menginginkan, siap lahir batin, dan mampu melaksanakan hak dan kewajiban dalam rumah tangga. Karena, pelaksanaan nikah tidak hanya sebatas pada hasrat atau keinginan seksual, melainkan harus memenuhi kewajiban dan tanggung jawab sebagai suami-istri. Berkaitan dengan batas usia pernikahan, Islam tidak memberikan batasan umur ideal dalam pernikahan. Seseorang wali dapat menikahkan anaknya sebelum atau setelah mencapai usia baligh.
Pernikahan dini masih menjadi persoalan dan bahan perdebatan. Wilayah kajiannya pun mencakup berbagai aspek serta melibatkan banyak pihak, seperti lembaga-lembaga keagamaan, lembaga-lembaga pemerintahan (eksekutif dan legislatif), dan media-media massa (online, cetak, dan televisi). Selain itu pendapat para ulama juga menjadi rujukan bagi sebagian masyarakat Indonesia. Dilihat dari banyaknya hal positif dan hal negatif yang akan timbul dari pernikahan dini tersebut.
Ada beberapa hal mendasar yang memperbolehkan pernikahan dini, antara lain:
Pertama, alasan teologis, yaitu mengacu pada al-Qur'an, Hadits dan Ijma'. Dalam Q.S at-Thalaq [65]: 4. Ayat tersebut berbicara masalah iddah bagi perempuan yang sudah monopause dan perempuan yang belum haid. Secara tidak langsung, ayat tersebut menjelaskan bahwa pernikahan boleh dilakukan pada usia belia Dan yang menjadi ukuran melakukan hubungan biologis adalah kesempurnaan postur tubuhnya (iktimal binyatiha), dan hadits yang menyinggung perkawinan Aisyah ra. dengan Rasulullah SAW. Menguatkan hal itu juga adanya kesepakatan para ulama' dengan syarat yang menjadi walinya adalah ayahnya sendiri, atau kakek dari pihak ayah.
Kedua, alasan moral, pernikahan dini dapat meminimalisir terjadinya perbuatan asusila dan perilaku menyimpang di kalangan remaja. Dengan pernikahan dini, perilaku seks bebas dan kehamilan diluar perkawinan dapat dikurangi.
Ketiga, alasan kesehatan, kanker payudara dan kanker rahim sedikit terjadi pada perempuan-perempuan yang sudah mengalami kehamilan dan persalinan diusia muda. Selainitu, resiko gangguan kehamilan, kematian janin relatif lebih besar jika usia ibu bertambah.
Keempat, alasan ideologis, bahwa perkawinan anak usia dini dapat meningkatkan jumlah populasi suatu umat. Umat yang kaum mudanya melakukan pernikahan dini, akan mengalami
peningkatan populasi yang lebih besar dari umat lainnya.
Kebolehan melakukan perkawinan usia dini yang didasarkan pada hadits
RasulullahSAW. yang diriwayatkan oleh Abdullah ibn Mas'ud ra., yang berbunyi:
عن عبدالله ابن مسعود قال قَالَ لَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : " يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ، مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ ؛ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ، وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ ؛ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ ؛ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ ".
Artinya : Abdullah bin Mas'ud menuturkan bahwa Rasulullah SAW Bersabda, wahai para pemuda barang siapa diantara kalian telah mampu untuk menikah, hendaknya dia menikah, karena dengan pernikahan tersebut bisa lebih menundukkan pandangan mata dan menjaga kemaluan. Barang siapa yang belum mampu, maka hendaklah dia berpuasa sebab puasa itu dapat meredam syahwatnya. (HR. Al-Bukhari-Muslim).
Selain itu ada beberapa kelompok yang menolak pernikahan dini. Dalam hal ini, mereka lebih memprioritaskan upaya perlindungan terhadap anak-anak perempuan dari eksploitasi seksual dan bahaya-bahaya lain yang mengancam mereka. Diantaranya, kesehatan reproduksi, sudut pandang kekerasan terhadap perempuan, dan pemikiran keagamaan. Tapi, ketika kita lihat realitas zaman sekarang, tidak akan jadi masalah mengenai hal-hal diatas masing-masing.
Selain itu kita kembalikan lagi dengan rujukan atau madzhab yang diikuti.
Editor : Abdurrahman Itsnan