Wakaf, berasal dari
bahasa Arab alwaqf bentuk masdar dari kata “waqafa-yaqifu-waqfan
Kata al-waqf semakna dengan al-habs bentuk masdar dari “habasa-yahbisu-habsan”
artinya menahan. Dalam bahasa Arab, istilah wakaf kadang-kadang bermakna objek
atau benda yang diwakafkan (almauquf bih) atau dipakai dalam pengertian
wakaf sebagai institusi seperti yang dipakai dalam perundangundangan Mesir. Di
Indonesia, term wakaf dapat bermakna objek yang diwakafkan atau institusi.
Menurut istilah
meskipun terdapat perbedaan penafsiran, disepakati bahwa makna wakaf adalah
menahan dzatnya benda dan memanfaatkan hasilnya atau menahan dzatnya dan
menyedekahkan manfaatnya. Adapun perbedaan pendapat para ulama fiqh dalam
mendefinisikan wakaf diakibatkan cara penafsiran dalam memandang hakikat wakaf.
Perbedaan pandangan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
Menurut Abu Hanifah
“Wakaf adalah menahan suatu benda yang menurut hukum, tetap miliki si wakaf
dalam rangka mempergunakan manfaatnya untuk kebajikan”. Berdasarkan definisi
itu maka pemilikan harta wakaf tidak lepas dari si wakif, bahkan ia
dibenarkan menariknya kembali dan ia boleh menjualnya. Jika si wakif
wafat, harta tersebut menjadi harta warisan buat ahli warisnya. Jadi yang
timbul dari wakaf hanyalah “menyumbangkan manfaat”. Karena itu madzhab
Hanafiyah mendefinisikah “wakaf adalah tidak melakukan suatu tindakan atas
suatu benda, yang berstatus tetap sebagai hak milik, dengan menyedekahkan
manfaatnya kepada suatu pihak kebajikan (sosial), baik sekarang maupun akan
datang”.
Mazhab Maliki
berpendapat bahwa wakaf itu tidak melepaskan harta yang diwakafkan dari
kepemilikan wakif, namun wakaf tersebut mencegah wakif melakukan
tindakan yang dapat melepaskan kepemilikannya atas harta tersebut kepada yang
lain dan wakif berkewajiban menyedekahkan manfaatnya serta tidak boleh
menarik hartanya untuk digunakan oleh mustahiq (penerima wakaf),
walaupun yang dimilikinya itu berbentuk upah, atau menjadikan hasilnya untuk
dapat digunakan seperti mewakafkan uang. Wakaf dilakukan dengan mengucapkan
lafadz wakaf untuk masa tertentu sesuai dengan keinginan pemilik. Dengan kata
lain, pemilik harta menahan benda itu dari penggunaan secara kepemilikan,
tetapi membolehkan pemanfaatan hasilnya untuk tujuan kebajikan, yaitu pemberian
manfaat benda secara wajar sedang benda itu tetap milik si wakif.
Perwakafan itu berlaku untuk suatu masa tertentu, dan karenanya tidak boleh
disyaratkan sebagai wakaf kekal.
Madzhab Syafi’iyah,
Hanbaliyah dan sebagian Hanafiyah. Madzhab ini berpendapat bahwa wakaf adalah
mendayagunakan harta untuk diambil manfaatnya dengan mempertahankan dzatnya
benda tersebut dan memutus hak wakif untuk mendayagunakan harta
tersebut. Wakif tidak boleh melakukan apa saja terhadap harta yang diwakafkan.
Berubahnya status kepemilikan dari milik seseorang, kemudian diwakafkan menjadi
milik Allah. Jika wakif wafat, harta yang diwakafkan tersebut tidak
dapat diwarisi oleh ahli waris. Wakif menyalurkan manfaat harta yang
diwakafkannya kepada mauquf‘alaih (orang yang diberi wakaf) sebagai
sedekah yang mengikat, di mana wakif tidak dapat melarang menyalurkan
sumbangannya tersebut. Apabila wakif melarangnya, maka qadhi
berhak memaksanya agar memberikannya kepada mauquf‘alaih. Karena itu
madzhab ini mendefinisikan wakaf adalah tidak melakukan suatu tindakan atas
suatu benda, yang berstatus sebagai milik Allah SWT., dengan menyedekahkan
manfaatnya kepada suatu kebajikan (sosial).