Fenomena
pernikahan dini banyak terjadi di berbagai wilayah di Indonesia. Namun, entah
kita menyadari atau tidak, fenomena pernikahan dini terbilang jarang menjadi
topik perbincangan dalam sebagian masyarakat yang hidup di Indonesia dikarenakan
pernikahan dini terbilang lumrah dilakukan oleh nenek moyang kita dimana
akhirnya stigma negatif akan pernikahan yang dilakukan seseorang pada umur yang
matang pun muncul.
Banyak sebab
yang terjadi di balik berlangsungnya fenomena pernikahan dini yang merebak di
sebagian kalangan masyarakat. Faktor ekonomi pun sering menjadi penyebab utama
dari berlangsungnya pernikahan dini dimana sebagian orang tua berpendapat bahwa
menikahkan anak perempuannya yang meskipun terbilang masih berusia di bawah
umur akan meringankan beban ekonomi yang ditanggung oleh keluarga. Selain itu,
kurangnya bekal pendidikan yang cukup bagi tiap individu atau masyarakat yang
hidup di Indonesia pun juga menjadi salah satu sebab dari berlangsungnya
pernikahan dini.
Untuk lebih
jelasnya, pernikahan menurut UU No. 1 Tahun 1974 Pasal 1 adalah ikatan lahir
batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan
tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa. Sedangkan dini sendiri kerap dikaitkan dengan waktu
yang lebih awal dari semestinya. Jadi, dapat dikatakan bahwa pernikahan dini
merupakan pernikahan yang dilakukan oleh pasangan atau salah satu pasangan yang
masih dikategorikan anak-anak atau remaja yang berusia di bawah umur.
Mengenai usia
minimum untuk melangsungkan pernikahan dijelaskan lebih lanjut dalam Pasal 7
ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bahwa perkawinan hanya diizinkan bila
pria dan wanita sudah mencapai umur 19 tahun. Dari ungkapan dalam pasal 7 ayat
(1) tersebut, menimbulkan arti bahwa pernikahan yang dilangsungkan di bawah
usia 19 tahun bisa disebut dengan pernikahan dini. Maka dari itu, pernikahan
yang dilangsungkan oleh kedua pihak (suami/istri) atau salah satunya yang mana
berusia di bawah 19 tahun tentunya tidak diperbolehkan oleh Undang-Undang.
Selain itu, calon mempelai yang belum mecapai usia 21 tahun pun dalam
melangsungkan pernikahan harus mendapatkan izin dari kedua orang tuanya.
Meski pada
dasarnya tidak diperbolehkan, berdasarkan Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor
16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan masih dimungkinkan adanya penyimpangan terhadap ketentuan umur 19
tahun tersebut, yakni dengan cara orang tua pihak laki-laki dan/atau perempuan
meminta dispensasi kepada pengadilan dengan alasan yang mendesak disertai
dengan bukti-bukti yang mendukung. Pemberian dispensasi oleh pengadilan wajib
mendengarkan pendapat dari kedua calon mempelai yang akan melangsungkan
pernikahan.
Pernikahan pun
mestinya dilangsungkan dengan tujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia,
kekal, dan sejahtera dimana seharusnya pernikahan dilangsungkan dengan dilumuri
oleh perasaan cinta, kebahagiaan, dan rasa aman yang singgah di anatara kedua
mempelai. Namun, hal tersebut mungkin tidak dapat terjadi di antara kedua
mempelai atau salah satu mempelai yang melangsungkan pernikahan dini dimana
dengan dilakukannya pernikahan dini dapat memunculkan dampak-dampak negatif
yang tidak diinginkan. Beberapa dampak negatif dari pernikahan dini adalah
memungkinkan untuk terjadinya kanker leher rahim dikarenakan pada usia muda
biasanya leher rahim perempuan belum matang. Terjadinya kematangan leher rahim tidak
didasarkan pada datangnya menstruasi, tetapi kematangan sel-sel moksa yang
terdapat dalam selaput kulit. Umumnya sel moksa ini baru mengalami kematangan
pada saat perempuan berusia di atas 20 tahun. Kemudian dampak lain dari
pernikahan anak adalah lebih rentannya terjadi kekerasan dalam rumah tangga
karena kondisi emosional yang belum matang dan stabil.
Dengan menilik dampak-dampak yang dapat muncul jika diberlangsungkan pernikahan dini, maka seharusnya pernikahan dini tidak dilakukan oleh remaja-remaja di luaran sana. Maka dari itu, dibutuhkan solusi atau cara untuk mencegah pernikahan dini yakni salah satunya dengan diberikannya edukasi terhadap masyarakat luas tentang bahaya pernikahan dini ditinjau dari segala aspek oleh pemerintah. Kemudian dari pihak orang tua pun dapat turut andil untuk mencegah pernikahan dini yakni dengan melakukan kontrol terhadap pergaulan anaknya dengan cara yang bijak.