Official website of Himpunan Mahasiswa Program Studi Hukum Keluarga Islam UIN K.H. Abdurrahman Wahid

  • Jelajahi

    Copyright © HMPS HKI UIN GUSDUR
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Menu Bawah

    PERNIKAHAN DINI MENURUT HUKUM INDONESIA | ARTIKEL | HMJ HKI IAIN PEKALONGAN

    HMPSHKI UINGUSDUR Pekalongan
    Jumat, 30 Juli 2021, Juli 30, 2021 WIB Last Updated 2021-10-27T03:17:48Z
    masukkan script iklan disini
    masukkan script iklan disini

     

    Fenomena pernikahan dini banyak terjadi di berbagai wilayah di Indonesia. Namun, entah kita menyadari atau tidak, fenomena pernikahan dini terbilang jarang menjadi topik perbincangan dalam sebagian masyarakat yang hidup di Indonesia dikarenakan pernikahan dini terbilang lumrah dilakukan oleh nenek moyang kita dimana akhirnya stigma negatif akan pernikahan yang dilakukan seseorang pada umur yang matang pun muncul.

    Banyak sebab yang terjadi di balik berlangsungnya fenomena pernikahan dini yang merebak di sebagian kalangan masyarakat. Faktor ekonomi pun sering menjadi penyebab utama dari berlangsungnya pernikahan dini dimana sebagian orang tua berpendapat bahwa menikahkan anak perempuannya yang meskipun terbilang masih berusia di bawah umur akan meringankan beban ekonomi yang ditanggung oleh keluarga. Selain itu, kurangnya bekal pendidikan yang cukup bagi tiap individu atau masyarakat yang hidup di Indonesia pun juga menjadi salah satu sebab dari berlangsungnya pernikahan dini.

    Untuk lebih jelasnya, pernikahan menurut UU No. 1 Tahun 1974 Pasal 1 adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Sedangkan dini sendiri kerap dikaitkan dengan waktu yang lebih awal dari semestinya. Jadi, dapat dikatakan bahwa pernikahan dini merupakan pernikahan yang dilakukan oleh pasangan atau salah satu pasangan yang masih dikategorikan anak-anak atau remaja yang berusia di bawah umur.

    Mengenai usia minimum untuk melangsungkan pernikahan dijelaskan lebih lanjut dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bahwa perkawinan hanya diizinkan bila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 tahun. Dari ungkapan dalam pasal 7 ayat (1) tersebut, menimbulkan arti bahwa pernikahan yang dilangsungkan di bawah usia 19 tahun bisa disebut dengan pernikahan dini. Maka dari itu, pernikahan yang dilangsungkan oleh kedua pihak (suami/istri) atau salah satunya yang mana berusia di bawah 19 tahun tentunya tidak diperbolehkan oleh Undang-Undang. Selain itu, calon mempelai yang belum mecapai usia 21 tahun pun dalam melangsungkan pernikahan harus mendapatkan izin dari kedua orang tuanya.

    Meski pada dasarnya tidak diperbolehkan, berdasarkan Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan masih dimungkinkan adanya penyimpangan terhadap ketentuan umur 19 tahun tersebut, yakni dengan cara orang tua pihak laki-laki dan/atau perempuan meminta dispensasi kepada pengadilan dengan alasan yang mendesak disertai dengan bukti-bukti yang mendukung. Pemberian dispensasi oleh pengadilan wajib mendengarkan pendapat dari kedua calon mempelai yang akan melangsungkan pernikahan.

    Pernikahan pun mestinya dilangsungkan dengan tujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia, kekal, dan sejahtera dimana seharusnya pernikahan dilangsungkan dengan dilumuri oleh perasaan cinta, kebahagiaan, dan rasa aman yang singgah di anatara kedua mempelai. Namun, hal tersebut mungkin tidak dapat terjadi di antara kedua mempelai atau salah satu mempelai yang melangsungkan pernikahan dini dimana dengan dilakukannya pernikahan dini dapat memunculkan dampak-dampak negatif yang tidak diinginkan. Beberapa dampak negatif dari pernikahan dini adalah memungkinkan untuk terjadinya kanker leher rahim dikarenakan pada usia muda biasanya leher rahim perempuan belum matang. Terjadinya kematangan leher rahim tidak didasarkan pada datangnya menstruasi, tetapi kematangan sel-sel moksa yang terdapat dalam selaput kulit. Umumnya sel moksa ini baru mengalami kematangan pada saat perempuan berusia di atas 20 tahun. Kemudian dampak lain dari pernikahan anak adalah lebih rentannya terjadi kekerasan dalam rumah tangga karena kondisi emosional yang belum matang dan stabil.

    Dengan menilik dampak-dampak yang dapat muncul jika diberlangsungkan pernikahan dini, maka seharusnya pernikahan dini tidak dilakukan oleh remaja-remaja di luaran sana. Maka dari itu, dibutuhkan solusi atau cara untuk mencegah pernikahan dini yakni salah satunya dengan diberikannya edukasi terhadap masyarakat luas tentang bahaya pernikahan dini ditinjau dari segala aspek oleh pemerintah. Kemudian dari pihak orang tua pun dapat turut andil untuk mencegah pernikahan dini yakni dengan melakukan kontrol terhadap pergaulan anaknya dengan cara yang bijak. 

    SALAM YURIDIS! SALAM JUSTICIA!
    Pewarta Rahmania Utami Almuhajir (HMJ HKI 2021)
    Komentar

    Tampilkan

    Terkini

    HMPSHKI Universitas K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan

    HMPSHKI UINGSUDR

    +