Official website of Himpunan Mahasiswa Program Studi Hukum Keluarga Islam UIN K.H. Abdurrahman Wahid

  • Jelajahi

    Copyright © HMPS HKI UIN GUSDUR
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Menu Bawah

    Analisis Terhadap Persoalan Pernikahan Dini di Indonesia Perspektif Hukum Islam

    HMPSHKI UINGUSDUR Pekalongan
    Kamis, 06 Juni 2024, Juni 06, 2024 WIB Last Updated 2024-06-07T03:29:49Z
    masukkan script iklan disini
    masukkan script iklan disini

    Foto : by google


    Nabila Amalia
    10122001
    UIN K.H Abdurrahman Wahid Pekalongan
    amalianabila430@gmail.com
    +62 813-2851-3535
    Abstrak 
    Masyarakat Indonesia sudah terbiasa dengan pernikahan dini. Dengan berbagai alasan, perceraian adalah hal yang umum terjadi pada orang tua yang memiliki anak kecil. Oleh karena itu, Pasal 7 UU No. 1 Tahun 1974 menyatakan bahwa usia minimum pernikahan untuk perempuan adalah 19 tahun, sedangkan usia minimum untuk laki-laki adalah 16 tahun. Namun, gadis berusia 16 tahun ini menyatakan bahwa agar ia dapat menikah, ia harus memiliki banyak kelebihan. Yang paling penting adalah ia memiliki tingkat kesiapan yang moderat dalam berumah tangga, yang membantu menghindari terjadinya pertengkaran dan pertengkaran antara saudara laki-laki dan perempuannya yang berpotensi menyebabkan perpecahan. Setelah itu, isu-isu terkait pernikahan dini lainnya menghasilkan modifikasi UU tentang usia minimum pernikahan, yang terdapat pada Pasal 7 UU No. 16 Tahun 2019 dan menetapkan bahwa usia minimum pernikahan untuk perempuan dan anak perempuan adalah 19 tahun. Untuk menghindari ketidakmampuan mereka untuk berhenti menangis selama kehamilan, banyak anggota masyarakat, bagaimanapun, menegakkan peraturan ini dengan membuat anak-anak memakai popok atau meletakkannya di kepala mereka. Selanjutnya, analisis terhadap fenomena perceraian tersebut akan dilakukan dari sudut pandang hukum Islam. Penelitian ini menggunakan teknik analisis tahapan data, di mana data yang sudah ada akan melalui prosedur analisis untuk mendapatkan kesimpulan penelitian.
    Kata Kunci :Analisis, Pernikahan Dini, Hukum Islam


    PENDAHULUAN 
    Indonesia adalah negara yang dilanda beberapa masalah yang berkontribusi terhadap pertumbuhan populasi setiap tahunnya. Pernikahan dini adalah salah satu masalah yang sering dihadapi oleh masyarakat. Pernikahan dini adalah jenis pernikahan yang dimulai pada usia 19 tahun atau lebih tua pada anak atau remaja putri. Di Indonesia, makanan sering kali diberikan dengan tujuan untuk mencegah kelaparan, dan seiring berjalannya waktu, banyak orang yang menganggap bahwa anak dari seorang ibu dapat membantu ibu tersebut untuk melunasi hutang. 
    Sesuai dengan UU No. 1 tahun 1974 pasal 7 ayat (1), seorang pria harus berusia 19 tahun dan seorang wanita harus berusia 16 tahun untuk dapat melangsungkan pernikahan. Serupa dengan hal ini, ayat 6 UU No. 1 tahun 1974 menetapkan bahwa persetujuan kedua pasangan diperlukan untuk melarang pernikahan antara mereka yang berusia di bawah 21 tahun. Upacara pernikahan sebenarnya dilakukan oleh orang-orang dari berbagai kelas sosial ekonomi.
    Pernikahan dini terdapat dua sisi, ada sisi positif dan sisi negative. Salah satu sisi positifnya yaitu mengurangi kasus hamil diluar nikah dan menghindari zina , sedangkan sisi negatifnya lebih berdampak pada masalah keluarga seperti sering terjadinya pertengkaran karena emosinya belum stabil dan juga biasanya berdampak pada faktor ekonomi karena biasanya oknum pernikahan dini cenderung belum memiliki penghasilan . Oleh karena itu , pernikahan dini tidak boleh  dilakukan  karena banyak menimbulkan dampak negative .
    Dari beberapa dampak tersebut kemudian adanya perubahan Undang-Undang perkawinan dari UU No.1 Tahun 1974, yang awalnya batas usia minimal anak perempuan menikah adalah 16 tahun dan untuk pria 19 tahun . Menjadi Pasal 1 ayat 1 UU Nomor 16 Tahun 2019,  mengenai batas usia minimal menikah bagi laki-laki dan perempuan adalah 19 tahun. Setelah terjadinya perubahan Undang-undang, masyarakat harus mampu beradaptasi dengan aturan yang sudah ditentukan mengenai batasan usia menikah. Para ketua kelompok perempuan ingin meminta dispensasi kepada Pengadilan dengan memberikan bukti-bukti pendukung yang sangat berharga apabila terjadi penyimpangan terhadap usia yang telah disepakati sebelumnya. Ketika pelanggan ingin tidak menggunakan batas yang dinaikkan selama operasi pernikahan, mereka dapat menggunakan dispenser nikah khusus ini.
    Hukum Islam menyatakan bahwa orang yang secara finansial stabil dan siap untuk mengambil sejumlah besar risiko untuk menikah diberikan status kewajiban agama, selain itu juga harus mempunyai kematangan fisik dalam menjalankan pernikahan. Dikarenakan kehidupan setelah pernikahan tidak seindah yang dibayangkan orang-orang.

    LITERATURE REVIEW
    Di Indonesia, pernikahan dini terjadi hampir di semua tempat, dan ada berbagai elemen yang berkontribusi. Akibatnya, fenomena ini bukanlah hal yang baru di negara ini. Kasus pernikahan dini di Indonesia memiliki tingkat kejadian tahunan yang sangat tinggi, meskipun bukan merupakan fenomena yang baru terjadi. Sebagai contoh, data statistik tahun 2018 menunjukkan bahwa terdapat 1.184.100 pernikahan dini di Indonesia, dengan rata-rata usia pengantin perempuan sekitar 18 tahun.
    Untuk lebih memahami fenomena kejadian terkait perceraian di Indonesia, penelitian ini akan melihat beberapa faktor spesifik, termasuk apa penyebabnya, apa dampak yang ditimbulkan, bagaimana masyarakat bereaksi terhadap hal tersebut, dan bagaimana perjanjian yang sudah disepakati dan ditinjau kembali sesuai dengan hukum Islam berubah, berdasarkan dari beberapa jurnal yang telah di analisis oleh penulis diantaranya karena faktor pergaulan bebas , pergaulan bebas bisa menimbulkan hal-hal yang negative sampai anak-anak mengorbankan dirinya untuk menikah di usia belum matang, faktor ekonomi dari orang tua serta lingkungan pun menjadi pengaruh besar seseorang melakukan perbuatan terlarang.
    Pernikahan merupakan aspek yang mengatasi keseimbangan psikologis selain keseimbangan biologis, dan sangat diperlakukan dalam keberadaan manusia (Mohsi, 2019). Pernikahan dianggap dalam konteks Islam sebagai satu-satunya cara untuk memenuhi tuntutan biologis manusia. Pernikahan antara seorang pria dan seorang wanita disebut dalam Al-Qur'an sebagai “saling melindungi, saling mengasihi, saling menjaga,” daripada sebagai persatuan seksual.
    Perilaku yang tepat bagi manusia adalah aspek penting dalam konteks pernikahan, salah satu aspek yang terkait erat dengan pencapaian perkembangan psikologis. Beragam tanggung jawab pernikahan yang ditujukan oleh kesiapan memikul. Melalui institusi pernikahan, manusia memulai perjalanan sesuai dengan ajaran Islam dan mencapai keselarasan antara bagian psikologis dan biologis dalam kehidupan mereka. Menurut penafsiran yang diberikan oleh Al-Quran, pernikahan adalah sebuah perjanjian dan bukan kontrak antara seorang pria dan wanita.
    Seperti yang ditunjukkan oleh ikatan suci ini, kemitraan yang sukses ditentukan oleh kesiapan untuk menyambut dan menumbuhkan rasa komitmen yang kuat. Melahirkan adalah peristiwa sosial yang sering terjadi tetapi masih diperdebatkan di bawah hukum Islam, menurut Habibah Nurul Umah Umah (2020). Beberapa ulama menentang praktik ini tanpa menyebutkan kitab suci tertentu, sementara yang lain tidak (Umah, 2020).
    METODE PENELITIAN
    Penelitian ini menggunakan teknik analisis tahapan data, di mana data yang sudah ada dihadapkan pada prosedur analisis untuk memastikan kesimpulan penelitian. Tulisan ini ditulis dengan menggunakan beberapa sumber, termasuk beberapa jurnal yang jelas dan pengamatan langsung di lokasi penulisan, yaitu Desa Suradadi, Kecamatan Suradadi, Kabupaten Tegal.
    Pendekatan Deskriptif berisi kutipan yang digunakan oleh penulis. Penelitian Deskriptif adalah jenis penelitian yang bertujuan untuk mengidentifikasi fakta-fakta dengan interpretasi yang sesuai untuk secara akurat mencerminkan esensi dari beberapa peristiwa kontemporer, kelompok, atau orang, atau untuk mengkarakterisasi fenomena.
    Berikut ini adalah beberapa langkah yang dilakukan dalam proyek penelitian ini: pertama, menentukan topik penelitian; kedua, mencari sejumlah sumber yang relevan; ketiga, mengumpulkan informasi dari beberapa sumber terpilih; dan terakhir, mengevaluasi sumber-sumber yang telah ditemukan sebelum memasukkannya ke dalam tubuh artikel.
    Maka dari itu artikel ini dibuat untuk mendeskripsikan dan menggambarkan fenomena yang terjadi di Indonesia dan di masyarakat sekitar tentang apa saja  faktor terjadinya pernikahan dini , dan dampaknya yang diperoleh dari pernikahan dini.
    HASIL DAN PEMBAHASAN
    Pernikahan Dini
      Secara sederhana, pernikahan atau perkawinan dalam literatur fikih disebut dengan nama zauj dan nakaha. Namun sederhananya, menikah adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan tindakan atau kata-kata yang secara halus mendorong wanita dan pemuda untuk menjalin hubungan intim (setubuh). Dengan demikian, Pernikahan dapat didefinisikan sebagai hubungan antara laki-laki dan perempuan untuk membentuk sebuah komunitas melalui ijab qobul berdasarkan nilai-nilai yang telah ditetapkan. Undang-undang No. 1 tahun 1974 mendefinisikan Perkawinan sebagai upacara pernikahan yang dilakukan oleh pasangan suami istri sebagai teman dekat atau kerabat dengan maksud untuk membentuk unit keluarga yang bahagia dan harmonis berdasarkan prinsip-prinsip Yang Maha esa. 
    Calon suami dan istri yang akan melaksanakan pernikahan, adanya wali dari pihak perempuan, adanya dua orang laki-laki, dan keempat sighat akad nikah adalah empat aturan dan seperangkat aturan yang mengatur pernikahan menurut hukum Islam. Dan berikut ini adalah ayat-ayat khusus yang diambil dari masing-masing rukun: a.) calon suami beragama Islam, ridha (tidak terpaksa) melakukan pernikahan, tidak sedang melakukan ihram, tidak mempunyai istri yang haram dimadu dengan calon istri, sudah baligh dan berakal sehat b.) Ulama Islam sebelumnya telah diberi izin untuk menikah; mereka bermoral, suci, dan tidak mencampuri urusan wanita lain. c.) Empat rukun iman-Muslim, Adil, Berakal Sehat, dan Laki-Laki Dewasa (mukallaf)-ditetapkan sebagai Syarat. d.) Sebuah pernikahan setidaknya harus memenuhi syarat dua orang yang menikah, hadir dalam ijab qobul, beragama Islam, adil, dan mukallaf (dewasa).
    Berbagai pedoman yang perlu dipatuhi untuk mencegah perkawinan juga dirinci secara menyeluruh dalam undang-undang perkawinan di Indonesia. Seperti yang dinyatakan dalam pasal 7 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, batas usia perempuan untuk menolak perkawinan adalah 19 (Sembilan belas) tahun dan laki-laki 16 (Enam belas) tahun. Di sisi lain, tampaknya banyak orang yang melanggar aturan ini.
    Fenomena pernikahan dini sudah banyak dilakukan oleh beberapa Negara, khususnya di Indonesia. Pernikahan Dini adalah pernikahan yang dilakukan oleh orang dewasa dan remaja di bawah usia 19 tahun. Secara hukum, hal ini membantu mengurangi kemungkinan tanggung jawab dalam pernikahan. Pernikahan Dini menurut UU No. 16 tahun 2019 adalah pernikahan yang dilakukan oleh mereka yang masih berusia relatif muda, seperti usia minimal pernikahan untuk perempuan adalah 19 tahun.
    Menurut Undang-undang No. 1 tahun 1974, dalam hal perkawinan, batas minimal yang diperlukan untuk kesehatan manusia adalah 
    “Perkawinan hanya diizinkan apabila pihak pria sudah mencapai umur 19 (Sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun”
    “Dalam hal penyimpangan terhadap ayat (1) Pasal ini dapat meminta dispensasi kepada pengadilan atau pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria maupun pihak wanita”
    Ketika menilai jenis kelamin seseorang, faktor-faktor lain juga diperhitungkan, seperti kesehatan dan masalah psikologis atau sosial. Sosial, terutama karena kesulitan ekonomi sosial, adalah salah satu aspek yang sangat mempengaruhi standar hidup masyarakat umum. Umur juga memiliki hubungan yang kuat dengan penurunan status sosial dan ekonomi seseorang. Di sisi lain, seseorang yang relatif santai setelah putus cinta mungkin akan mengalami kesulitan sosial dan keuangan.
    Perempuan yang menikah di usia muda juga memiliki angka kelahiran yang lebih tinggi karena rentang waktu yang lebih lama untuk hamil, ketidakmatangan fisik, dan kepribadian yang tidak stabil. Oleh karena itu, Pasal 7 UU No. 1 Tahun 1974 perlu diubah menjadi Pasal 7 UU No. 16 Tahun 2019, yang menyatakan bahwa “batas minimal usia perkawinan untuk pria adalah 19 tahun dan untuk wanita adalah 16 tahun.
    Pasal 7 Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 berbunyi :
    “Perkawinan hanya diizinkan apabila pria danwanita sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun”
    “Dalam hal terjadi penyimpangan terhadap ketentuan umur sebagaimana dimaksud pada ayat (1), orang tua pihak pria dan/atau orang tua pihak wanita dapat meminta dispensasi kepada Pengadilan dengan alasan sangat mendesak disertai bukti-bukti pendukung yang cukup”
    “Pemberian dispensasi oleh Pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib mendengarkan pendapat kedua belah calon mempelai yang akan melangsungkan perkawinan”
    “Ketentuan-ketentuan mengenai keadaan seorang atau kedua orang tua calon mempelai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) dan ayat (41 berlaku juga ketentuan mengenai permintaan dispensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan tidak mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (6) ”
    Faktor Terjadinya Pernikahan Dini
    Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya pernikahan dini diantaranya:
    Pergaulan Bebas 
      Setiap adanya kemajuan perkembangan zaman tentunya membawa dampak positif dan dampak negative. Mengenai dampak negative yang dimunculkan oleh kesenjangan terkini yaitu terdapat pergaulan bebas digolongan anak muda. Banyak anak muda zaman sekarang menganggap pacaran itu sesuatu hal yang biasa, bahkan terkadang sampai melakukan hubungan layaknya suami istri / hubungan seksual. Perbuatan tersebut terkadang menyebabkan perempuan itu hamil, yang akhirnya dengan keadaan terpaksa melakukan pernikahan tanpa adanya kesiapan. Dengan adanya teknologi (internet) juga banyak digunakan untuk mengakses akal budi pekerti yang tidak pantas dengan norma agama serta memudahkan remaja untuk berkomunikasi atau  biasanya melakukan pacaran virtual. 

    Ekonomi 
    Orang-orang yang membandingkan anak mereka dengan seseorang yang tampaknya lebih mahir secara finansial daripada mereka sering kali menyebabkan masalah ekonomi di masyarakat karena orang yang bersangkutan tidak berdaya untuk mengubah gaya hidup atau jalur pendidikan anak mereka. Akibatnya, seorang anak muda mendapatkan keinginan untuk berbicara tanpa rasa takut untuk mengurangi dampak dari orang lain. Anggapan orang tua ini mengharapkan bahwa anaknya yang sudah menikah akan bisa berbakti dan meningkatkan kehidupan siswa. Jika seorang remaja sudah menikah, maka kesalahpahaman akan berkurang dengan suaminya. Padahal kenyataannya justru karena umur anak tersebut masih muda, akan merasa kurang mampu dalam menghadapi urusan rumah tangga seperti memikirkan biaya kehidupan sehari-hari, biaya pendidikan anaknya dll. 
    Lingkugan 
    Lingkungan adalah komponen lain yang mempengaruhi terjadinya pernikahan dini. Orang-orang yang termasuk dalam masyarakat tradisional dan memiliki ikatan yang kuat dengan masyarakat tersebut memandang pernikahan sebagai semacam “kewajiban sosial” yang bersifat tradisional dan tidak konvensional. Tempat-tempat yang paling rentan mengalami fenomena ini adalah mereka yang memiliki tingkat melek huruf yang rendah, seperti daerah pedesaan atau bahkan daerah miskin. Meluasnya praktik pernikahan sebagai kewajiban sosial memiliki pengaruh besar terhadap fenomena pernikahan tanpa pandang bulu di Indonesia. Selain itu, masyarakat luas, yang lebih cenderung merendahkan “gengsi” atau menyamakan mereka dengan bayi tetangga.

    Dampak dari Pernikahan Dini
    Segala sesuatu pasti akan berdampak setiap hari, baik itu baik atau buruk. Tak dapat dipungkiri bahwa pernikahan dini secara tidak langsung akan berdampak pada pelakunya. Sayangnya, hal ini akan menghambat pendidikan bagi anak muda yang berusia di bawah delapan belas tahun. Anak muda yang bersangkutan masih perlu dididik, tetapi sebagian besar karena suatu kondisi yang mengharuskan anak tersebut divaksinasi terhadap penyakit. Karena seorang wanita pada akhirnya akan menjadi seorang ibu dan pemimpin keluarganya, hal ini juga penting untuk kesehatannya karena wanita pada generasi ini lebih mungkin untuk mengalami menstruasi, melahirkan, dan hamil. Ketika seorang anak yang berusia kurang dari 19 tahun mulai beranjak dewasa, kemungkinan besar mereka akan mengalami masalah pencernaan. Hal ini disebabkan oleh hormon yang masih cukup sulit untuk bekerja.
    Ketidakmampuan dini-isteri lainnya untuk memahami atau mengenali tugas dan tanggung jawab mereka adalah salah satu kekurangan mereka. Hal ini terjadi karena, seperti halnya dalam pernikahan, mereka memiliki perasaan harga diri yang tinggi sementara kondisi mental mereka masih berkembang. Namun, menerima takdir mereka ketika pernikahan berakhir adalah hal yang penting agar mereka dapat menjalani hidup yang lebih lama dan bahagia. Oleh karena itu, ikatan yang lebih kuat antara teman perempuan diperlukan untuk menghentikan perceraian.
    Banyak masalah yang muncul dari pernikahan dini; kadang-kadang, bahkan membuat orang gelisah sampai-sampai mereka tidak dapat menangani masalah yang telah dijelaskan sebelumnya. Karena Lantas adalah seseorang yang mengetahui tentang perceraian, ia harus dapat membujuk semua orang di masyarakat untuk berhenti terlibat dalam kegiatan yang berhubungan dengan perceraian dan memahami risiko yang terkait dengan perceraian.
    Mencegah pedofilia yang terkait dengan Era Revolusi Indonesia membutuhkan berbagai langkah yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat. Menegakkan hukum yang melarang pernikahan di bawah umur, memberikan bimbingan dan sosialisasi untuk mencegah pernikahan anak, menginformasikan dan memberi nasihat tentang kemungkinan risiko pernikahan di bawah umur, menetapkan pendidikan formal sebagai cara untuk mengajarkan anak-anak tentang pernikahan di luar rumah serta pendidikan kesehatan reproduksi dan keluarga berencana, dan memberikan studi kasus tentang bahaya yang mungkin timbul dari pernikahan di bawah umur adalah beberapa contoh dari apa yang perlu dilakukan.
    Tinjauan Pernikahan Dini menurut Hukum Islam
    Salah satu dari tiga sunnah dan syariat Nabi Muhammad SAW adalah Pernikahan. Menurut etimologi, kata “نكح” dalam bahasa Arab, yang berarti mengikat, melekatkan, memutuskan, atau memperbesar, adalah sumber dari istilah “nikah”. Selain itu, ada arti alwath yang terkait dengan kata nikah yang sama yang tampaknya bersifat seksual. Di sisi lain, para ahli fikih menyatakan bahwa istilah “nikah” mengacu pada metode informal yang digunakan seorang wanita untuk memulai hubungan seksual. Upacara pernikahan dikenal sebagai jawaz/mubah (dibolehkan). Para hakim menyimpulkan bahwa kasus tersebut ditutup. Akan tetapi, Al-Zahiri bersikeras bahwa hal itu perlu dilakukan. Menurut keyakinan Ulama Malikiyah, beberapa Muslim Sunni dan beberapa Muslim pada umumnya perlu menjadi mubahas. Ketentuan hukum ini menangani sejumlah alasan mengapa perkawinan terjadi.
    Islam tidak memberikan hubungan pernikahan yang ideal dalam kaitannya dengan pernikahan. Sebelum atau sesudah anak mencapai usia dewasa, seorang wali dapat melakukan pembaptisan. Para ulama masih memperdebatkan apa yang dimaksud dengan usia yang baik. Sebagai contoh, As-Syafi'i menyarankan perempuan untuk mulai menstruasi jika mereka telah mencapai usia 9 tahun atau sudah mulai menstruasi, tetapi untuk menguranginya jika mereka telah mencapai usia 15 tahun dan/atau menyusui. Usia rata-rata laki-laki adalah delapan belas tahun, sedangkan usia rata-rata perempuan adalah tujuh belas tahun, menurut Abu Hanifah. Lima belas tahun yang lalu, Muhammad bin Hasan mengaku sebagai seorang baligh, terlepas dari pernyataan Abu Yusuf. Hal ini berlaku untuk kedua jenis kelamin. Serupa dengan apa yang diamati dalam QS, para pakar tafsir sendiri tidak sepakat dalam menilai bulugh al-nikah. An-Nisa'[4]: 6. Ibnu Katsir, berusia 15 tahun, berkulit pucat atau kuning. Menurut Al-Alusi, seorang pemuda harus berusia 18 tahun untuk orang merdeka dan 17 tahun untuk budak. 
    Pada saat yang sama, An-Nakha'i tertipu oleh Abu Hanifah, seorang terkemuka berusia 25 tahun, dan Abu Hayyan Menurut pembenaran yang diberikan, argumen umum yang digunakan oleh masyarakat untuk mengkritik pernikahan Islam adalah bahwa umat Islam seharusnya tidak mematuhi aturan pernikahan yang ada. Berkaitan dengan isu ini, ada dua kelompok yang memperbolehkan dan melarang adanya pernikahan dini. Para penentang perceraian lebih mementingkan perlindungan terhadap anak-anak mereka sendiri dari situasi yang dapat menyebabkan pelecehan seksual dan pengalaman negatif lainnya. Kelompok ini berlandaskan pada fatwa Syekh Yusuf al-Qardhawi, yang menjunjung tinggi ide taqyid al-mubah (penolakan terhadap perilaku yang dihalalkan) untuk masalah kesehatan tertentu. Hasilnya, menjaga kesehatan manusia dari waktu ke waktu dimungkinkan untuk mencapai tujuan kesehatan manusia. Namun, pihak yang menjunjung tinggi hak-hak anak yang lahir di luar negeri melakukannya atas dasar beberapa hadis yang dapat dipercaya dan Al-Qur'an. Bersumber dari Q.S. At-thalaq [65]: 4, ayat ini menyajikan teka-teki moral bagi perempuan yang sudah menopause maupun yang belum. Ayat di atas secara efektif menunjukkan bahwa perkawinan dapat terjadi selama masa hidup Belia, karena iddah secara eksklusif berlaku untuk wanita yang sebelumnya telah menikah dan kemudian hamil. Selain itu, kemurnian postur tuba menunjukkan tingkat keterikatan biologis. Selain itu juga mengacu pada hadis nabi yang menyinggung pernikahan Siti Aisyah dengan Rosullah, padahal jika dikaji hadis tersebut itu terdapat pengecualian untuk did terapkan di masyarakat. Jadi hadis itu lebih mengkhususkan hanya dilakukan kepada Rasullah atas perintah dari Allah swt.
    KESIMPULAN
    Pernikahan merupakan hubungan antara laki-laki dan perempuan untuk membentuk sebuah keluarga, ijab qobul dengan syarat yang sudah ditentukan adalah hubungan laki-laki dan perempuan. Berbagai pedoman yang perlu ditaati untuk mencegah terjadinya perkawinan juga dirinci secara menyeluruh dalam undang-undang perkawinan di Indonesia. Menurut kedua calon mempelai yang mengucapkan ijab qobul, seperti yang telah ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, maka perkawinan akan berakhir. Namun, ada banyak kesempatan dalam kehidupan sehari-hari ketika aturan-aturan yang tercantum di atas dilanggar.
    Di dalam Hukum Islam memang tidak menjelaskan usia ideal dalam pernikahan, tetapi seorang wali dapat menikahkan anaknya Ketika sudah baligh. Dan kata “baligh” ini terdapat perbedaan pendapat dalam menafsirkannya. Adapun kelompok yang memperbolehkan adanya pernikahan dini yang hanya mengacu paada hadis nabi tentang pernikahan Siti Aisyah dan Nabi Muhammad, padahal hadis tersebut lebih mengkhususkan kepada Nabi atas perintah Allah dan tidak pantas jika diterapkan di masyarakat jika kita melihat dari beberapa dampak pernikahan dini. Di sisi lain, ada juga yang menentang pernikahan dini karena mereka ingin melindungi anak-anak yang dipekerjakan dari praktik-praktik pelecehan dan seksual.
     
    ACKNOWLEDGEMENT
    Penulis mengucapkan terimakasih kepada diri sendiri yang sudah berusaha keras dalam membuat artikel ini, kedua orang tua yang selalu mendoakan supaya diberi kelancaran dalam penyusunan artikel ini , serta Bapak Dosen yang sudah memberikan tugas ini dengan harapan artikel ini bisa sampai dipublishkan.
    Komentar

    Tampilkan

    Terkini

    HMPSHKI Universitas K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan

    HMPSHKI UINGSUDR

    +