masukkan script iklan disini
![]() |
Foto : Google.com |
Mahasiswa Hukum Keluarga Islam pasti tidak asing dengan istilah “perceraian”. Sebuah kasus yang memang menjadi salah satu bahan pembelajaran dijurusan Hukum Keluarga Islam. Dalam istilah tersebut juga mengandung banyak hal yang terfikirkan oleh kalangan mahasiswa Hukum Keluarga Islam. Tentang apa itu perceraian, alasan bercerai, prosedur perceraian, apa manfaat perceraian bagi pihak yang melakukan, bahkan bagaimana proses perceraian itu dikatakan berhasil atau selesai.
Ketika yang membahas istilah ini adalah orang awam bukan mahasiswa Hukum Keluarga Islam, maka pembahasannya pasti hanya seputar “kapan mereka bercerai?” “kenapa mereka bercerai?” hanya sebatas ke-kepo-an kepada lingkungannya saja. Memang bukan ranah mereka mengetahui lebih dalam kasus perceraian. Lain jika yang membahas adalah mahasiswa Hukum Keluarga. Jiwa analisis kasus yang ditangani pasti akan lebih terperinci lagi.
Pembahasan kali ini tentang jenis-jenis perceraian (talak) dalam Kompilasi Hukum Islam dan penyelesainya di Pengadilan Agama menurut KHI.
KHI menjelaskan pengertian talak, yaitu menurut Pasal 117 menjelaskan apa itu talak yang bunyinya “Talak adalah ikrar suami di hadapan sidang Pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan, dengan cara sebagaimana dimaksud dalam pasal 129, 130,dan 131”.
Jenis Talak
Dalam KHI terdapat 3 jenis talak, diantaranya :
a. Talak Raj’i merupakan talak kesatu atau kedua yang dijatuhkan suami
kepada istrinya. Dalam hal ini suami berhak untuk rujuk
selama istri masih dalam masa iddah. (Pasal 118 Kompilasi
Hukum Islam)
b. Talak Ba’in Shugraa
Talak Ba’in Shugraa merupakan talak yang tidak dapat dirujuk.
Sehingga jika ingin kembali hidup bersama mantan suami dan mantan istri harus melangsungkan akad nikah baru. ( Pasal 119
ayat 1 dan 2 huruf a,b,c Kompilasi Hukum Islam)
c. Talak Ba’in Kubraa merupakan talak yang terjadi untuk ketiga kalinya. Talak jenis
ini tidak dapat dirujuk dan tidak dapat dinikahkan kembali
kecuali jika pernikahan itu dilakukan setelah mantan istri
menikah dengan orang lain. Kemudian terjadi perceraian ba’da
al dukhul dan habis masa iddahnya, baru kemudian dapat
menikah kembali dengan mantan suaminya yang sebelumnya. (Pasal 120 Kompilasi Hukum Islam)
Selain jenis talak diatas, KHI juga membagi talak dari
segi waktu pengucapannya, yaitu:
1. Talak Sunny
Merupakan talak yang diperbolehkan, yaitu talak yang
dijatuhkan terhadap istri yang sedang suci dan tidak dicampuri
dalam waktu suci tersebut. (Pasal 121 Kompilasi Hukum Islam)
2. Talak Bi’id
Merupakan talak yang dilarang karena dijatuhkan pada waktu
istri dalam keadaan haid, atau istri dalam keadaan suci tapi
sudah dicampuri pada waktu suci tersebut. (Pasal 122
Kompilasi Hukum Islam)
Proses Perceraian di Pengadilan Agama Menurut KHI
Hal pertama yang dilakukan adalah mengajukan gugatan atau permohonan terlebih dahulu setelah
diterima dan diproses lebih lanjut, pihak pengadilan akan melakukan
pemanggilan kepada pihak penggugat dan tergugat bagi perkara cerai
gugat dan pemohon dan termohon bagi perkara cerai talak untuk
menghadiri persidangan.
Para pihak akan diminta untuk melakukan mediasi dengan dipimpin
oleh seorang mediator yang ditunjuk oleh Majelis Hakim. Jika
perdamaian tidak berhasil dicapai dalam tahap mediasi maka proses
pemeriksaan atas permohonan cerai talak atau gugatan cerai akan
dilanjutkan. Namun Majelis Hakim akan terus mengupayakan
terjadinya perdamaian dalam setiap tahap persidangan sesuai dengan
PP No 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 Tentang Perkawinan pasal pasal 31 ayat 1 menyebutkan
“Hakim yang memeriksa gugatan perceraian berusaha mendamaikan
kedua pihak”. Dalam proses persidangan tersebut majelis hakim akan
menanyakan alasan-alasan perceraian yang diajukan penggugat dan
hal-hal yang dimintakan dalam gugatan tersebut. Beberapa alasan yg
dibolehkan merujuk pada pasal 116 huruf a s/d h Kompilasi Hukum
Islam dan dipertegas lagi dalam pasal 19 PP No.9 tahun 1975 huruf a
s/d f.
Pihak tergugat akan diberikan kesempatan untuk menanggapi
gugatan tersebut yang dapat disampaikan secara lisan ataupun
tertulis. Pada tahap pembuktian para pihak akan diminta untuk
menyerahkan bukti-bukti yang dapat berupa bukti tertulis dan saksisaksi. Setelah melalui proses pembuktian, majelis hakim akan
bermusyawarah untuk kemudian memberikan putusannya atas
gugatan cerai tersebut.akta cerai dapat diperoleh bersamaan dengan
diterimanya salinan putusan resmi dari Pengadilan Agama.
Hal utama yang menjadi perbedaan yaitu dalam proses permohonan cerai talak dengan gugatan cerai lainnya, setelah Majelis Hakim memberikan putusan perkawinan putus karena perceraian, pihak
suami selaku pihak pemohon wajib untuk mengucapkan ikrar talak.
Sebelum penetapan itu berkekuatan hukum tetap, pihak istri masih
bisa melakukan banding. Ikrar talak tersebut baru dapat dilakukan
setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap dengan kata lain
tidak adanya upaya hukum tadi seperti banding atau kasasi dari
pihak lawan. Ikrar talak dibacakan dalam
persidangan khusus di hadapan majelis hakim dengan dihadiri oleh
pihak istri selaku termohon atau kuasanya. Jika dalam waktu 6
bulan sejak dipanggil untuk membacakan ikrar talak nya tersebut
namun pihak suami tidak hadir atau tidak mengirimkan kuasanya
maka hak suami untuk membacakan ikrar talak tersebut menjadi
gugur.
sumber: Jurnal Dialektika Hukum Vol. 2 No.2 Tahun 2020
Penulis : Departemen Penelitian dan Pengembangan 2022